TAFSIR SURAT AS-SAJDAH AYAT 22






وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِ‍َٔايَٰتِ رَبِّهِۦ ثُمَّ أَعۡرَضَ عَنۡهَآۚ إِنَّا مِنَ ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُنتَقِمُونَ ٢٢ 
Artinya : “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.”
v  ANALISIS LINGUISTIK
Kata ثُمَّ adalah huruf athaf li at-tartib yang bermakna kemudian. Al-Biqa’I menganggap dan lebih memahami kata kemudian dalam pengertian “ waktu yang lama”, yaitu suatu ketika yang diperingatkan tentang ayat-ayat Allah, lalu dia memperhatikannya kemudian dia berpaling sesudah itu walau sudah seribu tahun. Orang ini adalah orang yang paling dzalim dan tetntu selainnya yang kurang dari waktu itu lebih-lebih lagi dzalimnya karena kedekatan waktu buat dia menjadikan ia lebih wajar untuk tidak melupakannya.
Kata ٱلۡمُجۡرِمِينَ merupakan kalimat isim maf’ul dari fi’il madzi أَجْرَمَ yang berarti orang-orang yang berbuat dosa (pendurhaka). Lafadz ini merupakan bentuk jamak dari ٱلۡمُجۡرِمِ.  Asal katanya dari جَرَمَ yang berarti memetik yakni memotong buah dari pohon. Tetapi kata ini tidak digunakan kecuali dalam konteks keburukan. Dari sini kata tersebut berkembang maknanya menjadi  kedurhakaan.[1]
Dalam kitab Tafsir al-Jalalain dan Tafsir al-Baghowi, lafadz ٱلۡمُجۡرِمِينَ adalah المُشْركيْنَ.
Kata مُنتَقِمُونَ terambil dari akar kata نَقَمَ  yang maknanya berkisar pada tidak menyetujui sesuatu karena menilainya buruk. Lafadz tersebut merupakan bentuk jamak dari salah satu asma al-husna Allah yakni المُنْتَقمُ  . Dalam al-Qur’an ditemukan dalam bentuk jamaknya saja. Penggunaan bentuk-bentuk jamak tanpa adanya bentuk tunggal itu memberi kesan bahwa Allah enggan menunjuk diri-Nya sendiri sebagai Muntaqim  dan mengisyaratkan bahwa pembalasan atau penyiksan yang terjadi melibatkan bahkan dilakukan oleh selain-Nya.

v  MUNASABAH
Ayat ini menurut Thahir Ibn ‘Asyur berhubungan dengan surat as-sajdah ayat 15 yang membicarakan tentang ketika orang yang beriman mendapatkan peringatan, mereka tersungkur sujud. Sedangkan apabila dihubungkan dengan ayat 10 tentang mereka yang berkata: “ apakah bila kami telah lenyap bumi apakah kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru? Tidak sma kedurhakaannya dengan mereka yang berpaling dari ayat-ayat Allah ketika dibacakan kepada mereka.[2]
v  TAFSIRAN AYAT
Dalam kitab Shafwah at-Tafasir, ayat ini menjelaskan bahwa tiada seorang pun yang lebih dzalim kepada dirinya sendiri daripada orang yang dinasehati dengan ayat-ayat Allah, lalu tidak beriman dan lupa-lupa kepadanya ( ayat-ayat Allah), maka Allah akan menghukum orang yang mendustakan ayat-ayatNya dengan  hukuman yang paling berat.
Dalam akhir kalimat ayat ini, disebutkan juga dalam sebuah hadis[3] :
أخرج ابن منيع وابن جرير وابن ابي حاتم والطبراني وابن مردويه بسند ضعيف عن معاذ بن جبل رضي الله عنه سمعت رسول الله ص.م : يقول " ثلاث من فعلهن فقدأجرم. من عقدلواء في غير حق. أوعق والديه. أومشى مع ظالم فقد أجرم, يقول الله عزوجل (إِنَّا مِنَ ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُنتَقِمُونَ).
Bahwasannya, tiga perkara yang barang siapa mengerjakannya, maka sesungguhnya ia telah mengerjakan perbuatan dosa: barang siapa yang telahbertekad ikut berperang dijalan yang tidak benar atau mendurhakai kedua orang tua atau yang berjalan beserta orang-orang yang dzalim lalu ia menolong orang yang dzalim itu. Allah berfirman “Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa”.
v  KANDUNGAN AYAT
Orang-orang yang dzalim disisi Allah adalah orang yang telah sampai kepada mereka suatu peringatan melalui ayat-ayat Allah dan seruan rasul kepada mereka tetapi berpaling dengan melecehkannya karena sombong dan dengki.[4]
v  HIKMAHNYA
Kita diperintahkan untuk mentaati dan menjalankan perintah Allah yang telah disebutkan melalui ayat-ayatNya dan menjauhi larangan-laranganNya karena apabila berpaling serta melecehkannya maka kita termasuk orang yang paling dzalim diantara makhluk-makhluk Allah dan Allah akan meberikan balasan atas semua itu.



 



[1] M. Quraisy Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH: Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.2002. vol: 11. Hal.202.
[2] M. Quraisy Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH: Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.2002. vol: 11. Hal.202.
[3] Kitab Ad-durr al-Mansur fi at-Tafsir Al-ma’sur . Jilid 5.hal:342
[4] Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid 7. Hal:597

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Term Dalam Logika

Tafsir bir Ra'yi

ALAM KUBUR DALAM PERSPEKTIF HADIS