MENJAGA KEUTUHAN NKRI DENGAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN

1.    Latar belakang
       
      

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada saat ini Negara Indonesia sedang di gonjang-ganjing dengan berbagai permasalahan baik yang menyangkut politik ataupun masalah agama. Kita semua tahu bahwa Negara Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan budaya. Oleh karenanya dibutuhkan suatu solusi yang bisa digunakan sebagai pemecah masalah-masalah tersebut sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa. Lantas apakah solusi yang pantas kita gunakan sebagai sulosi serta alat pemersatu bangsa?


Yang patut kita jadikan sebagai solusi dari semua masalah serta sebagai alat pemersatu bangsa tersebut hanyalah pancasila. Karena pancasila adalah sumber hukum tertinggi Negara kita yang tidak dapat kita ubah. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Negara kita. Oleh karenanya segala permasalahan itu pasti dapat kita atasi apabila kita mau kembali kepada pancasila.


2.    Rumusan Masalah

·        Bagaiman sejarah pembentukan NKRI?

·        Bagaiman sejarah Pancasila?

·        Bagaimana pengamalan pancasila sebagai dasar negara?

·        Bagaiman sikap Islam terhadap Negara?


3.    Tujuan

·        Menjelaskan sejarah penbentukan NKRI

·        Menjelaskan sejarah Pancasila

·        Menjelaskan pengamalan Pancasila sebagai dasar negara

·        Menjelaskan sikap Islam terhadap Negara


                                                          BAB I PEMBAHASAN


A. Sejarah Pembentukan NKRI

Dengan disetujuinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2 November 1949 di Indonesia terbentuk suatu negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari beberapa negara bagian yaitu Republik Indonesia, negara Sumatra Timur, negara sumatra selatan, negara Pasundan, negara Jawa Timur, negara Madura, negara Indonesia Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Biliton, Riau, dan Jawa Tengah. Masing-masing negara bagian memiliki luas daerah dan penduduk yang berbeda. Rakyat didaerah melakukan kegiatan-kegiatan seperti demonstrasi dan pemogokan untuk menyatakan keinginannya agar membentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun hal-hal yang menjadi sebabnya adalah sebagai berikut:

1.      Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945

2.      Pada umumnya rakyat Indonesia tidak puas dengan hasil KMB yang melahirkan negara RIS.

3.      Dengan  sistem  pemerintahan  federal  berarti  melindungi  manusia

Indonesia yang setuju dengan penjajah belanda.

Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan setelah melalui beberapa proses dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal dimana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasonalnya hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah bentuk

2 | M e n j a g a  K e u t u h a n  N K R I  D e n g a n  P a n c a s i l a






negara yang terdiri dari banyak wilayah atau kepulauan yang tersebar dengan keanekaragaman adat, suku, budaya, dan keyakinan yang memiliki tujuan dasar menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur dengan pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Menurut pasal 25 UUD 1945 "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang."


B.  Sejarah Perumusan Pancasila

Pancasiala adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. Pancasila berasal dari dua kata sansekerta yaitu panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar atau asas. Pancasila merupakan rumusan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh bangsa Indonesia. Lima sendi utama pancasila adalah seperti yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 ialah Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia.

Adapun penyusunan dan perumusan Pancasila berlangsung pada akhir zaman penjajahan Jepang. Sebelumnya Pemerintah Hindia Belanda yang menjajah Indonesia selam beratus-ratus tahun lamanya telah menyerah kala pada tentara Jepang yang menyerbu Indonesia pada masa perang dunia II. Sejak saat itu habislah masa penjajahan Belanda di Indonesia dan dimulailah masa penjajahan Jepang. Untuk merangkul bangsa Indonesia Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indoneisia di kemudian hari seperti yang mereka berikan kepada bangsa Birma dan Philipina. Dalam rangka janji pemberian kemerdekaan, maka pada tanggal 29 April tahun 1945 dibentuklah suatu badan yang diberi nama “Dokuritsu

Zyumbi Tjosakai Badan”     atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

 kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berjumlah 60 orang diantaranya empat orang keturunan Cina, seorang keturunan Belanda, dan seorang keturunan Arab. Diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Widiodiningrat.1 BPUPKI hanya menjalani 2 kali masa sidang, sidang pertama dilakuka dari tanggal 29 Mei s.d 1Juni 1945Dalam pidato pembukaannya Dr. Radjiman mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggotanya “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?”2

Ternyata ada tiga orang yang mengusulkan mengenai dasar negara yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Didalam pidatonya mereka menyampaikan konsep-konsep dasar negara sebagai berikut:

1.      Mr.Muhammad Yamin (29 Mei 1945)

a.       Peri Kebangsaan

b.       Peri Kemanusiaan

c.       Peri Ketuhanan

d.      Peri Kerakyatan

e.       Kesejahterakan Rakyat

Ini dikemukakanbeliau secara lisan, kemudian secara tertulis mengajukan rumusan yang lain, yaitu:

a.       Ketuhanan Yang Maha Esa

b.       Kebangsaan Persatuan Indonesia

c.       Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab

d.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

e.       Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2.      Prof. Mr. Soepomo (31 Mei 1945)

a.      Persatuan

b.      Kekeluargaan

1 Budiyono, Kabul, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 21.

2 Hatta, Mohammad., Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977), ( Jakarta: Kompas, 2015), hlm.

309.             








c.      Keseimbangan Lahir Dan Batin

d.     Musyawarah

e.      Keadilan Rakyat

3.      Ir. Soekarno (1 Juni 1945)

a.      Kebangsaan

b.      Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan

c.      Mufakat atau Demokrasi

d.     Kesejahteraan Sosial

e.      Ketuhanan Yang Maha Esa

Nama Pancasila itu sendiri di ucapkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya sebagai berikut

Sekarang banyaknya prinsip: Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan, dan Ketuhanan itu ada lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasr itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi

Kemudian tanggal 1 Juni 1945 inilah yang kita kenal dengan ”Hari

Lahirnya Pancasila” yang kita peringati sampai sekarang ini dan dijadikan sebagai hari libur nasional. Lalu Pancasila ini diperas oleh beliau menjadi Trisila yaitu:

a)  Sosio-Nasionalisme

b)  Sosio-Demokratie

c)  Ke-tuhanan

Selanjutnya Trisila itu diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Ketiga pidato tersebut yang dimuat dalam Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 dinilai oleh Anshori hanya mewakilli para nasionalis sekuler sambil menyesalkan tidak ada satu pun pidato para




 nasionalis islami yang dimuat. Karena kita ketahui bahwa dalam perumusan Pancasila terjadi perdebatan sengit antara kelompok nasionalis sekuler (nasionalis yang netral agama) dan nasionalis muslim.3

Setelah selesai persidangan ini terbentuklah suatu panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Paniti Sembilan”, yang diketaui oleh Ir. Soekarno yang terdiri atas:

1.      Ir. Soekarno

2.      Drs. Muhammad Hatta

3.      Mr. A.A. Marimis

4.      Abikusno Tjokrosujoso

5.      H. Agus Salim

6.      Mr. Achmad Subarjo

7.      K.H. Wachid Hasyim

8.      Abdul Kahar Muzakir

9.      Mr. Muhammad Yamin

Panitia Sembilan ini dibentuk sebagai penyelesaian pertentangan antara kelompok sekuler dan kelompok muslim mengenai soal agama dan negara yang rupanya sudah timbul sejak sidang pertama BPUPKI. Panitia Sembilan berhasil membuat kesepakatan kehormatan yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” (22 Juni 1945).

Dalam “Piagam Jakarta” ini termaktub pula konsepsi rumusan dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.

1)        Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya

2)        Kemanusiaan yang adil dan beradab

3)        Persatuan Indonesia



3 Anshori,  Endang Saifudin,  Piagam Jakarta, (Jakarta: Rajawali Pers, 1976), hlm. 31-33.









4)        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5)        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Bagi kelompok muslim ini merupakan sebagian kemenangan baginya karena, walaupun piagam tersebut tidak secara khusus menyebutkan tentang pembentukan sebuah negara islam, bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah islam, maka dengan mengakui berlakunya Jakarta Charter hal itu berarti memperlakukan kewajiban hukum bagi pemerintah Indonesia untuk memaksakan hukum islam sebagai pengikat bagi semua umat tanpa memandang latar belakang kultural atau kemasyarakatan mereka.4

Tetapi Piagam Jakarta hanya penyelesaian sementara. Perdebatan masih tetap berlangsung dalam BPUPKI. Sehari setelah proklamasi para tokoh merasa perlunya pemantapan ideologi negara dan lagi pula ada pihak yang merasa keberatan terhadap Piagam Jakarta yang dianggap diskriminatif terhadap pemeluk agama lain. Maka diadakanlah pertemuan dengan para tokoh muslim nasional. Pertemuan tersebut menghasilkan rumusan Pancasila baru yang kemudian akan menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjadi dasar negara Indonesia, yaitu dengan mengganti prinsip pertama Piagam Jakarta dirumuskan secara singkat menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.5 Atas usul seorang penganut Hindu-Bali, I Gusti Ketut Pudja istilah Allah (yang dianggap

“nama khas dalam islam”6) diganti dengan Tuhan. Menurut K.H. Wahid Hasyim kata Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan tauhid islam, dan oleh sebab itu pergantian ini akan memuaskan kalangan islam. Hanya





4 Tanja, Viktor Immanuel, Himpunan Mahasiswa Islam,  (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hlm. 36.

5 Boland, B.J, Pergumulan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), hlm. 39.

6  Noer, Deliar, Partai Islam Di Pentas Nasional, (Jakarta: Grafiti Pers, 1987), Hlm. 39-40.







Islam yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, pikir Wahid Hasyim.7

Noer langsung menyambut pemikiran ini:

Memang, menurut pendapat umum kalangan Islam di Indonesia, hanya Islam di antara agama-agama dunia yang menegakkan tauhid dalam arti yang murni. Dipandang dari sudut ini, memang benar hanya Islam yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.8

C. Pengamalan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa dan Negara kita sekarang ini sedang diambang kehancuran dengan berbagai konflik dan kerusuhan yang terjadi dimasyarakat. Maka diperlukanlah suatu solusi yang dapat menjaga keutuhan Negara kita ini. Dan tentunya adalah kita harus sadar bahwa Negara kita ini akan aman tentram dan damai apabila kita mau kembali pada dasar Negara kita yaitu pancasila.

Pengamalan pancasila berarti, pelaksanaan pancasila sebagi perwujudan tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan-perbuatan yang nyata. Dasar Negara berarti peraturan-peraturan dasar yang digunakan untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya poengamalan Pancasila sebagai dasar Negara mengandung kewajiban-kewajiban serta larangan-larangan yang harus dilaksanakan oleh setiap warga Negara, baik pada kalangan pejabat ataupun kalangan masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya, apabila tingkah laku, tindak tanduk ataupun perbuatan-perbuatan semua warga Negara Indonesia bertentangan dengan Pancasila, maka bangsa Indonesia akan dikenakan sanksi hukum.

Adapun beberapa pengamalan Pancasila yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai solusi dan alat pemersatu bangsa adalah sebagai berikut.


1.    Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa

7 Ibid., hlm. 41.

8 Ibid., hlm. 42.










a.      Bangsa Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing;

b.      Mengembangkan sikap hormat menghormati anatara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

c.      Membina kerukunan hidup diantara sesame umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

d.     Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing;

e.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.


2.      Sila Kedua : Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


a.      Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa;

b.      Mengakui persamaan derajat, persamaaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulkit, dan sebagainya;

c.      Mengembangkan sikap tidak semenamena terhadap orang lain;

d.     Mejunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan;

e.      Berani membela kebenaran dan keadilan;

f.       Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia;

g.      Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3.  Sila Ketiga : Persatuan Indonesia










a.      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan;

b.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila di perlukan;

c.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia

d.     Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social;

e.      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.


4.   Sila Keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan


a.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain;

b.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama;

c.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;

d.     Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah;

e.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan

f.       Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;

g.      Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.

5.  Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia












a.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan;

b.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesame;

c.      Menghormati hak orang lain;

d.     Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri;

e.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain;

f.       Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah;

g.      Suka bekerja keras;

h.      Suka menghargai karya orang lain yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan ksejahteraan bersama;

i.        Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan social.


D. Sikap Islam Terhadap Negara

kedatangan Islam adalah menggenapkan isi kitab-kitab yang dahulu, memperbaharui pemikiran beragama dan menyempurnakan. Tambahan dari itu adalah bahwa Islam memandang hidup dari segi keseluruhan. Di dalam menanamkan keyakinan kepada ke Esaan Allah pada jiwa diapun menanamkan semangat beramal sholeh terhadapa sesama manusia, dan diapun menanamkan rasa taqwa didalam sikap tindak tanduk. Jika dia mementingkan pembersihan, ialah karena pribadi itu akan hidup di tengah-tengah masyarakat. Jika hak asasi perseorangan dilindungi hak bangsa-bangsa dan suku bangsa pun dilindungi. Keduanya musti seimbang.

Karena itulah tidak mengenal teori yang dinamakan pemisah agama dengan Negara. Sebab Negara menurut pandangan Islam tidak tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai alat untuk melaksanakan hukum kebenaran dan keadilan








bagi rakyatnya. Sedangkan kebenaran dan keadilan yang mutlak hanyalah kebenaran yang bersumber dari Allah.

Ada yang mengatakan bahwa Islam adalah agama dan negara. Namun rumusan ini kurang tepat. Yang tepat adalah Islam adalah agama! Sebab didalam Islam mengurus negara adalah salah stu cabang dari agama. Dalam Islam kita mengenal istilah “hubbul waton minal iiman” yang artinya cinta tanah air adalah sebagian dari iman, karenanya sudah sepantasnyalah kita sebagai warga negara yang beriman seharusnya kita mencintai tanah air kita sendiri salah satunya yakni dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia. Betapapun bentuk negara yang didirikan oleh umat Islam dalam iklimnya masing-masing, menurut zamannya dan negerinya, kondisinya dan situasinya, yang jadi pokok dasar dan yang menjadi prinsipnya bukanlah bentuk negara itu, pakai kerajaan atau republik. Yang pentung ialah dari mana sumber hukum dan bagaimana melancarkan dan melaksaknakannya.

Islam tidak dapat menghayalkan negara yang terpisah dari agama, karena jika negara terpisah dari agama, hilanglah dasar tempat ia ditegakkan. Islam memandang bahwa negara adalah penyelenggara atau pelayan dari manusia. Sedangkan manusia adalah kumpulan kumpulan dari pribadi-pribadi. Maka tidaklah diterima oleh pemikiran bahwa seorang yang telah bernegara, dia akan terpisah sendirinya dengan agamanya. Payahlah pemikiran yang mengatakan bahwa seseorang yang memeluk suatu agama sejak dia mengurus negara, agamanya itu harus disimpan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kalau pergi ke sidang, agamanya tidak boleh dibawa-bawa, musti ditinggalkan di rumahnya. Kalau dia jadi seorang Mentri, selama sidang Kabinet agamanya musti diparkirkan bersama mobilnya di luar. Dan kalau dia menjadi menjadi seorang Kepala Negara maka janganlah memperlihatkan dirinya sebagai seorang muslim selama berhadapan dengan umum. Simpan saja agama itu dalam hati. Nanti sampai di rumah barulah dipakai kembali.9

9 HAMKA, Studi Islam,  (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 206.








                                                         BAB III PENUTUP

                   Kesimpulan

Dapat saya simpulkan dari makalah bahwa ditengah ambang kehancuran Negara Kesatuan Republik Indonesia ini kita masih bisa mempersatukan bangsa ini. Kita pasti bisa mengatasi problematika bangsa ini jika kita mau menjadikan Pancasila ini menjadi panglima hukum tertinggi di Indonesia dan juga kita jadikan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa serta bernegara.

Saran

Marilah kita kembali kepada cita-cita nenek moyang pendiri bangsa ini bahwa kita harus menjadi bangsa yang berkepribadian Pancasila. Kita jadikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Endang Saifudin, (1979). Piagam Jakarta. Jakarta: Rajawali Pers Boland, B.J, (1985). Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers

Budiono, K, (2012). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung:

ALFABETA

Hatta, M, (2015). Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977). Jakarta: Kompas Noer, Deliar, (1987). Partai Islam Di Pentas Nasional. Jakarta: Grafiti Pers

Tanja,  Viktor  Immanuel,  (1982).  Himpunan  Mahasiswa  Islam.  Jakarta:  Sinar

Harapan



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Term Dalam Logika

Tafsir bir Ra'yi

ALAM KUBUR DALAM PERSPEKTIF HADIS